Alkisah, suatu saat, salah satu pendiri Pondok Modern Gontor, KH Imam Zarkasyi berjalan-jalan berkeliling pondok melihat-lihat suasana belajar santri, yang kebetulan saat itu sedang musim ujian. Terlihat santri di mana-mana belajar dengan tekun dan rajin. Ada yang berteriak-teriak menghafal, ada yang memejamkan mata sambil berpikir, ada juga yang berdiskusi tentang suatu materi pelajaran yang kelihatannya agak sulit.
Beberapa saat berkeliling, tiba-tiba mata Pak Kyai dihadapkan pada sekelompok orang yang sedang bercanda dan bermain-main, tidak belajar, seakan meremehkan ujian yang akan diadakan esok harinya. Dan Pak Kyai tahu mereka adalah orang-orang yang di kelasnya terkenal mempunyai tingkat kepintaran di atas rata-rata.
Melihat keadaan tersebut, Pak Kyai kemudian masuk ke rumah yang kebetulan tidak terlalu jauh dengan asrama. Para santri yang melihat Pak Kyai bergegas ke rumah saling berpandangan antara satu dengan yang lain. Mereka ketakutan dan berharap-harap cemas sambil menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Dan betapa terkejutnya santri-santri tersebut saat Pak Kyai keluar tiba-tiba membawa dua buah parang dan satu bilah kayu. Mereka terdiam seribu bahasa tidak berani memandang ke arah Pak Kyai. Mereka merasa bersalah, dan sudah pasrah jika Pak Kyai akan memberikan hukuman kepada mereka. Dan mereka tahu benar, Pak Kyai adalah orang yang sangat berdisiplin, dan tidak mentolerir santrinya jika melanggar aturan disiplin.
Situasinya sangat menegangkan. Pak Kyai melangkah dengan pelan mendekati mereka. Wajahnya menunjukkan keteduhan yang mendalam dengan garis ketegasan yang tidak pernah luntur. Para santri semakin tertunduk, menahan nafas, tidak berani bergerak walau sedikitpun. Apalagi melihat dua buah parang yang dibawa Pak Kyai, tidak terbayangkan apa yang akan terjadi pada mereka. Tetapi yang mereka pahami, Pak Kyai tidak mungkin akan mencelakakan mereka. Walaupun mereka juga kian tidak mengerti; mengapa Pak Kyai harus membawa parang segala?
Keheningan itu terpecahkan saat Pak Kyai mulai berbicara dengan suara yang tenang tetapi penuh ketegasan: “Anak-anakku sekalian, hari ini saya membawa dua parang untuk kalian, agar kalian bisa memahami bagaimana memanfaatkan potensi akal dan kecerdasan kalian dengan baik. Lihatlah dua parang ini, yang satu adalah parang yang tumpul, dan satunya lagi adalah parang yang tajam. Saya juga bawakan kayu untuk menjadi contoh nyata di hadapan kalian”.
Para santripun terkesima sekaligus merasa lega pada akhirnya mereka mengerti bahwa dua buah parang dan sebilah kayu yang dibawa Pak Kyai hanyalah untuk memberikan contoh kepada mereka. Tetapi tetap saja mereka tidak berani tersenyum, hanya sedikit kelegaan yang terpancar pada muka-muka takut mereka.
Pak Kyai meneruskan: “Dua parang ini akan saya praktekkan untuk bagaimana memotong kayu. Saya mulai dengan parang yang tajam”, begitu tutur Pak Kyai. Parang itu memang terlihat berkilau dengan sisi ketajaman yang terlihat jelas karena sering diasah. Pak kyai sejurus kemudian mengambil parang tajam dan sebilah kayu dan bersiap-siap untuk menggerakkan tangannya mau memotong kayu tersebut.
Tetapi anehnya, Pak Kyai tidak menggerakkan tangannya dengan sepenuh hati. Tidak ada kekuatan keras yang memacu tangannya agar segera memotong bilah kayu tersebut. Berkali-kali Pak Kyai menggerakkan tangannya, tetapi tentu saja dengan tanpa kekuatan yang berarti, bilah itu lama patahnya, dan hanya luka sedikit-sedikit.
Sebentar kemudian, Pak Kyai mengambil satu parang lagi, parang yang terlihat karatan, tumpul dan jarang diasah. Pak Kyai melakukan hal yang sama dengan parang sebelumnya; memotong sebilah kayu tersebut. “Anak-anakku, lihatlah sekarang saya akan memotong kayu ini dengan parang yang tumpul”.
Mulailah Pak Kyai mengayunkan tangan dan memotong kayu dengan parang yang tumpul. Memang parang tersebut tidak langsung bisa memotong kayu, tetapi Pak Kyai kali ini menggerakkan tangan tersebut dengan penuh kekuatan dan kesungguhan. Kerasnya gerakan tangan tersebut membuat parang yang tumpulpun pada akhirnya bisa memotong sebilah kayu.
Para santri yang menyimak peristiwa itu sungguh tertegun. Mereka menjadi sadar, betapa mereka telah menyia-nyiakan potensi yang mereka miliki selama ini. Sampai akhirnya mereka disadarkan kembali oleh suara Pak Kyai: “Saya tahu benar, mungkin kalian mempunyai kecerdasan yang baik, tetapi kalau tidak digunakan dengan kesungguhan dan kerja keras, tidak akan pernah memberikan hasil yang maksimal. Sama dengan parang tadi, parang yang tumpul-pun jika kita menggunakannya dengan penuh kesungguhan akan bisa memberikan hasil yang maksimal”.
Pak Kyaipun meninggalkan para santri yang masih termenung memikirkan apa yang dikatakan Pak Kyai. Baru beberapa saat kemudian mereka tersadar bahwa selama ini mereka tidak memanfaatkan kecerdasan yang mereka miliki dengan baik. Dan mereka bersyukur memiliki guru yang dengan bijaksana mengajarkan dan menyadarkan mereka pentingnya usaha, kerja keras dan kesungguhan.
Kisah nyata di atas, yang diceritakan oleh Ust. H. Rasyidin Bina, Pimpinan Pesantren Ar-Raudhah Hasanah Medan di sela-sela saya memberikan pelatihan bagi santri dan guru-guru di sana memberikan kita pelajaran berharga tentang pentingnya melakukan usaha sekeras mungkin. Dengan usaha yang keras, apalagi ditambahkan dengan keterampilan dan pengetahuan yang tinggi, akan memberikan dampak dan hasil yang maksimal. Jangan sampai potensi yang kita miliki terbuang percuma hanya karena kita tidak bisa memanfaatkannya dengan baik.
Cerita di atas mungkin banyak terjadi di antara kita. Ada sekelompok kita yang mungkin terkadang merasa mempunyai ilmu dan pengetahuan yang memadai sehingga tidak perlu bekerja keras dalam belajar dan bekerja. Mereka merasa, toh nanti kita bisa kerjakan dengan cepat, ngga perlu kerja keras dari sekarang. Tidak sadar bahwa kita membuang-buang waktu untuk hal-hal yang terkadang tidak berguna.
Di sisi lain, mungkin juga ada sekelompok kita yang merasa bahwa kita tidak cukup pandai untuk melakukan sesuatu. Perasaan itu membawa kita kepada rendah diri sehingga tidak pernah muncul percaya diri dari dalam diri kita. Kalau mau mengerjakan sesuatu, malu atau minder terlebih dahulu karena merasa tidak mampu. Padahal, jika kita mau belajar sedikit saja, kita sebenarnya mampu mengerjakannya dengan baik.
Jadi, potensi apapun yang kita miliki seyogyanya untuk tidak pernah meremehkan potensi tersebut. Saatnya menggunakan potensi tersebut sebaik-baiknya dengan penuh kesungguhan, konsistensi, disiplin, dan juga kerja-kerja keras yang kita lakukan. Jangan percaya pada mitos bahwa sukses hanya milik orang-orang pintar, karena kita semua mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk mencapai sukses tersebut. Ayo, rebut kesuksesan kita masing-masing.
Sukses buat Anda semua, Salam Man Jadda Wajada.
Mengulas Berita Terbaru, Ilmu Property, Investasi Emas, Sharing Bisnis, Untuk Mencapai Hidup Yang Lebih Berkualitas